Monday, March 14, 2011

♥●•٠·˙ ** Kenapa Masih Ada Prasangka ** ˙·٠•●♥




¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥



بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم




Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu mempergunjingkan sebagian yang lain….” (Al-Hujurat: 12)



Betapa damainya Dinul Islam. Sungguh, Islam diturunkan Allah untuk menebar damai dan kasih sayang. Kepada siapa pun. Termasuk bagi mereka yang belum bersedia memeluk sejuknya sentuhan Islam.


Seorang muslim sejati akan senantiasa mempunyai warna yang sama dengan warna Islam nan sejuk dan damai. Hatinya begitu damai. Lembut dan bersih. Tak ada keluh kesah. Tak ada marah, kecuali pada sesuatu yang dibenci Allah. Bahkan, tak secuil prasangka pun yang bisa hinggap. Semuanya terkikis habis dengan lantunan zikir.


Maha Benar Allah atas firmanNya dalam surah Ar-Ra’d ayat 28. “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram.”


Damai dan tenteramnya hidup tanpa prasangka telah diperlihatkan di semua sisi kehidupan Baginda Rasulullah saw. Kepada siapa pun. Walaupun terhadap orang yang teramat baru menyatakan diri sebagai seorang muslim.


Beliau saw pernah marah dengan seorang sahabat. Pasalnya, pada sebuah pertempuran, sahabat ini membunuh anggota pasukan kafir yang tiba-tiba mengucapkan dua kalimat syahadat. Sahabat ini berkilah, “Orang kafir itu hanya bersiasat agar tidak dibunuh.” Dengan tenang, Rasulullah saw meluruskan ucapan sahabat tersebut, sudahkah Anda bedah tubuh orang itu dan mendapatkan kenyataan bahwa hatinya memang dusta?


Lahirnya prasangka dalam hati seorang hamba Allah sebenarnya memperlihatkan kelemahan hamba itu sendiri. Karena racun prasangka bisa merusak nalar seseorang sehingga tidak mampu berpikir objektif, apa adanya. Hati dan pikirannya selalu dibayang-bayangi curiga.


Ada beberapa hal yang menjadikan seseorang terjebak dalam kubangan prasangka. Pertama, lemahnya pendekatan diri kepada Allah. Jauhdekatnya seorang hamba Allah sangat berpengaruh pada kesuburan dan kesegaran hati sang hamba. Kesegaran itu kian menguatkan hamba Allah dalam mawas diri. Ia akan mencermati benalu-benalu hati yang mungkin tumbuh. Dan mencabutnya dengan penuh teliti.


Sebaliknya, jika menjauh dari Allah, hati hamba itu akan ditumbuhi karat. Dan bayang-bayang cermin hatinya pun menjadi keruh. Hati seperti ini tak lagi mampu memantulkan cahaya Allah yang telah bersinar ke seluruh alam. Sebaliknya, pantulan hati ini begitu redup. Suram. Bahkan, menakutkan.


Maha Suci Allah Yang telah mengajarkan hamba-hambaNya tentang penjagaan hati. “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan supaya mereka jangan seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepada mereka kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Al-Hadiid: 16)


Kedua, pengalaman masa lalu. Pengalaman masa lalu kadang punya bekas yang begitu kuat. Ia bisa lahir dari rutinitas kehidupan masa kecil. Anak yang dibiasakan hidup tertutup akan cenderung tumbuh sebagai manusia dewasa yang egois. Dan anak yang dibiasakan hidup di bawah tekanan akan tumbuh sebagai manusia dewasa yang mudah putus asa. Begitu pun dengan prasangka. Anak yang hidup dalam bayang-bayang ketidakpercayaan orang tua akan tumbuh menjadi manusia curiga dan penuh prasangka.


Sedemikian kuatnya pengaruh orangtua, Rasulullah saw pernah mengatakan, “Tiap bayi lahir dalam keadaan suci. Orangtuanyalah yang akan membentuk sang bayi, apakah menjadi yahudi, nasrani, atau majusi.”


Adakalanya, pengalaman besar yang tidak mengenakkan mampu melahirkan prasangka permanen. Seorang calon pegawai yang pernah ditipu jutaan rupiah akan menyisakan prasangka berkelanjutan. Atau, seseorang yang merasa dibodohi oleh pemimpin politiknya, akan menebar prasangka pada partai politik mana pun. Begitulah seterusnya.


Ketiga, pengaruh lingkungan. Lingkungan kerap menjadi guru kedua setelah sekolah. Tak jarang, terjadi tarik-menarik pada diri seseorang murid antara pengaruh pendidikan sekolah dengan perilaku lingkungan. Lingkungan membentuk seseorang menjadi sosok baru yang identik dengan lingkungannya.


Sering terjadi, sebuah lingkungan yang teramat jarang melakukan tegur sapa antara sesama anggota warganya, akan penuh curiga mencermati orang ramah nan penuh sapa. Sapaan ramah itu justru dibalas dengan curiga. “Jangan-jangan orang ini punya niat busuk,” begitu kira-kira reaksi masyarakat sekitar.


Semua itu, mungkin berawal dari pola pandang yang salah dengan dunia sekitar. Semua orang berperilaku buruk, kecuali telah terbukti menghasilkan kebaikan. Dan kesalahan ini akan sangat berakibat fatal jika diberlakukan kepada Yang Maha Pencipta, Pemberi rezeki, dan Penentu takdir. “dan supaya Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang musyrik laki-laki dan perempuan yang berprasangka buruk terhadap Allah…” (Al-Fat-h: 6)


Prasangka terhadap Allah tidak tertutup kemungkinan terjadi pada seorang mukmin. Sebuah keputusan yang begitu bijaksana dari Yang Maha Bijaksana bisa disalahartikan. Kebodohan manusia kerap membuahkan prasangka kepada Yang Maha Bijaksana. Begitulah yang pernah terjadi di masa Rasulullah saw. Kenyataannya, ada sebagian mukmin yang enggan berperang. Mereka menilai bahwa keputusan itu kurang tepat. Karena perang identik dengan kekerasan. Surah Al-Anfal ayat 5 menggambar hal itu, “Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, dan sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman tidak menyukainya.”


Sungguh, kebodohan manusia kerap menjebak manusia pada prasangka, kepada sesama mukmin atau kepada Allah. Kebodohan seperti itu tak ubahnya seperti anak kecil yang buruk sangka pada obat. Karena si anak kecil hanya tahu kalau obat itu pahit.


Seorang mukmin sejati tak akan pernah lelah merawat hati. Ia senantiasa menyiram tanaman hati itu dengan air ruhani yang bermineral tinggi, menebar pupuk amal yang tak pernah henti. Dan, juga mencabut segala benalu prasangka dan dengki.


Seperti itulah seorang mukmin. Hatinya segar dalam zikir, seraya lidahnya memanjatkan doa, “…Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau biarkan kedengkian (bersemi) dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman: Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Al-Hasyr: 10)


Berbaik Sangka


Hubungan baik antara manusia yang satu dengan yang lain, dan khususnya antara muslim yang satu dengan muslim lainnya, merupakan sesuatu yang harus diupayakan dengan sebaik-baiknya. Hal ini karena Allah swt. telah menggariskan bahwa setiap mukmin itu bersaudara [QS. Al-Hujurat (49):10]. Oleh sebab itu, segala bentuk sikap dan sifat yang akan memperkokoh dan memantapkan persaudaraan harus ditumbuhkan dan dipelihara, sedangkan segala bentuk sikap dan sifat yang dapat merusak ukhuwah harus dihilangkan. Dan agar hubungan ukhuwah islamiyah itu tetap terjalin dengan baik, salah satu sifat positif yang harus dipenuhi adalah husnuzh zhan (berbaik sangka).


Oleh karena itu, apabila kita mendapatkan informasi negatif tentang sesuatu yang terkait dengan pribadi seseorang apalagi seorang muslim, maka kita harus melakukan tabayyun (pengecekan) terlebih dahulu sebelum mempercayai apalagi meresponnya secara negatif. Allah swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. [QS. Al-Hujurat (49): 6]


Fadhilah dan Manfaat


Ada banyak nilai dan manfaat yang diperoleh seorang muslim bila dia memiliki sifat husnuzh zhan kepada orang lain. Pertama, hubungan persahabatan dan persaudaraan menjadi lebih baik. Hal ini karena berbaik sangka dalam hubungan sesama muslim akan menghindari terjadinya keretakan hubungan. Bahkan keharmonisan hubungan akan semakin terasa karena tidak ada kendala-kendala psikologis yang menghambat hubungan itu.


Kedua, terhindar dari penyesalan dalam hubungan dengan sesama. Karena buruk sangka akan membuat seseorang menimpakan keburukan kepada orang lain tanpa bukti yang benar, sebagaimana difirman Allah dalam QS. Al-Hujurat (49): 6 di atas.


Ketiga, selalu berbahagia atas segala kemajuan yang dicapai orang lain, meskipun kita sendiri belum bisa mencapainya. Hal tersebut memiliki arti yang sangat penting, karena dengan demikian jiwa kita menjadi tenang dan terhindar dari iri hati yang bisa berkembang pada dosa-dosa baru sebagai kelanjutannya. Ini berarti kebaikan dan kejujuran akan mengantarkan kita pada kebaikan yang banyak dan dosa serta keburukan akan mengantarkan kita pada dosa-dosa berikutnya yang lebih besar lagi dengan dampak negatif yang semakin banyak.


Kerugian Berburuk Sangka (Su’uzh Zhan)


Manakala kita melakukan atau memiliki sifat berburuk sangka, ada sejumlah kerugian yang akan kita peroleh, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat.


1. Mendapat Nilai Dosa


Berburuk sangka jelas-jelas merupakan dosa, karena disamping kita tanpa dasar yang jelas sudah menganggap orang lain tidak baik, berusaha menyelidiki atau mencari-cari kejelekan orang lain. Juga akan membuat kita melakukan dan mengungkapkan segala sesuatu yang buruk tentang orang lain yang kita berburuk sangka kepadanya. Allah swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa.” [QS. Al-Hujurat (49): 12]


2. Dusta Yang Besar


Berburuk sangka akan membuat kita menjadi rugi, karena apa yang kita kemukakan merupakan suatu dusta yang sebesar-besarnya. Hal ini disabdakan oleh Rasulullah saw., “Jauhilah prasangka itu, sebab prasangka itu pembicaraan yang paling dusta.” (HR. Muttafaqun alaihi)


3. Menimbulkan Sifat Buruk


Berburuk sangka kepada orang lain tidak hanya berakibat pada penilaian dosa dan dusta yang besar, tapi juga akan mengakibatkan munculnya sifat-sifat buruk lainnya yang sangat berbahaya, baik dalam perkembangan pribadi maupun hubungannya dengan orang lain. Sifat-sifat itu antara lain ghibah, kebencian, hasad, menjauhi hubungan dengan orang lain, dan lain-lain.


Dalam satu hadits, Rasulullah saw. bersabda, “Hendaklah kamu selalu benar. Sesungguhnya kebenaran membawa kepada kebajikan dan kebajikan membawa ke surga. Selama seseorang benar dan selalu memilih kebenaran, dia tercatat di sisi Allah seorang yang benar (jujur). Hati-hatilah terhadap dusta, sesungguhnya dusta membawa kepada kejahatan dan kejahatan membawa kepada neraka. Selama seseorang dusta dan selalu memilih dusta, dia tercatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta.” (HR. Bukhari)


Larangan Berburuk Sangka


Karena berburuk sangka merupakan sesuatu yang sangat tercela dan mengakibatkan kerugian, maka perbuatan ini sangat dilarang di dalam Islam sebagaimana yang sudah disebutkan pada surat Al Hujurat ayat 12. Untuk menjauhi perasaan berburuk sangka, maka masing-masing kita harus menyadari betapa hal ini sangat tidak baik dan tidak benar dalam hubungan persaudaraan, apalagi dengan sesama muslim. Disamping itu, bila ada benih-benih perasaan berburuk sangka di dalam hati, maka hal itu harus segera diberantas dan dijauhi karena itu berasal dari godaan setan yang bermaksud buruk kepada kita. Dan yang penting lagi adalah memperkokoh terus jalinan persaudaraan antar sesama muslim agar yang selalu kita kembangkan adalah berbaik sangka, bukan malah berburuk sangka.


Oleh karena itu, Khalifah Umar bin Khattab r.a. menyatakan, “Janganlah kamu menyangka dengan satu kata pun yang keluar dari seorang saudaramu yang mukmin kecuali dengan kebaikan yang engkau dapatkan bahwa kata-kata itu mengandung kebaikan.”


Demikian hal-hal pokok yang harus mendapat perhatian kita dalam kaitan dengan sikap husnuzhzhan (berbaik sangka).




Semoga bermanfaat~

No response to “♥●•٠·˙ ** Kenapa Masih Ada Prasangka ** ˙·٠•●♥”

Leave a Reply